BOGOR – Dalam rangka pelaksanaan Join Audit antara BNPB dan BPKP yang telah dilaksanakan, Inspektorat Utama BNPB menyelenggarakan Rapat Pembahasan Hasil Kegiatan Join Audit BNPB dan BPKP Tahun Anggaran 2018 yang dilaksanakan pada tanggal 13-15 November 2018, bertempat di Hotel Asana Grand Pangrango Bogor – Jawa Barat.
Pembukaan acara dilakukan oleh Inspektur Utama BNPB, Tetty Saragih, Ak., CA. Dalam sambutannya Inspektur Utama mengatakan bahwa “ Inspektorat Utama BNPB mengapresiasi kegiatan Join Audit dan pendampingan, sebagaimana terdapat dalam Memorandum of Understanding (MoU) BNPB dan BPKP. Selain itu diharapkan bahwa dalam kegiatan ini tidak hanya sekedar melakukan kompilasi laporan saja, tetapi juga menganalisa hasil audit atas Dana Penguatan Kelembagaan dan Dana Siap Pakai sehingga tercapai perbaikan-perbaikan pelaksanaan di masa yang akan datang”.
Sementara dalam paparannya, Inspektur Utama menjelaskan “Auditor BPKP dan BNPB diharapkan mampu melakukan pengawalan terhadap penggunaan dana Penanggulangan Bencana sebagai upaya pencegahan dini terhadap kesalahan pertanggungjawaban dan pengelolaan dana penanggulangan bencana. Audit Operasional dalam Join Audit menerapkan kepastian tentang Efektif, Efisien, Ekonomis dan Ketaatan, serta menghasilkan rekomendasi-rekomendasi signifikan yang salah satunya untuk perbaikan Sistem Pengendalian Intern agar kegiatan yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan. Kegiatan Kompilasi Hasil Audit didahului oleh Validasi Laporan bersama Inspektorat Utama BNPB dan BPKP, jika masih ditemukan kesalahan dalam penulisan laporan diharapkan agar dapat diperbaiki terlebih dahulu.”
Sementara itu Kedeputian Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan serta Kedeputian Bidang Penanganan Darurat juga memberikan paparannya terkait prosedur dan pelaksanaan penggunaan Dana Penguatan Kelembagaan dan Dana Siap Pakai.
Dalam paparannya, Lilik Kurniawan, ST., M.Si selaku Direktur Pemberdayaan Masyarakat Kedeputian Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan menjelaskan bahwa “BNPB menciptakan pelayanan publik melalui InaRISK (http://inarisk.bnpb.go.id) yang dikelola oleh Kedeputian Pencegahan dan Kesiapsiagaan. Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana harus melibatkan masyarakat dan BPBD setempat, masyarakat yang tergabung di giat kebencanaan dikumpulkan dalam Forum Pengurangan Risiko Bencana. Tiap daerah wajib menyusun Rencana Penanggulangan Bencana sesuai dengan ancaman yang ada di wilayahnya. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah Peta Risiko Rawan Bencana, tanpa pemetaan yang jelas, sulit untuk menyusun rencana penanggulangan bencana yang tepat sasaran” paparnya.
Tavip Joko Prahoro, SE, MM selaku Direktur Penanganan Pengungsi Kedeputian Bidang Penanganan Darurat juga memaparkan bahwa “Dalam koordinasi Penanggulangan Bencana, diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi untuk selalu melibatkan TNI/POLRI. Berdasarkan arahan Wakil Presiden, setelah menerima respon kejadian bencana, 3 jam sudah setelahnya Pemerintah sudah tiba di lokasi. Status Siaga Darurat dilakukan apabila ada ancaman yang memerlukan penanganan segera. Status Tanggap Darurat dilakukan pada saat bencana sampai dengan kondisi masarakat berangsur pulih. Dan status Transisi darurat ke pemulihan dilakukan sejak kondisi berangsur pulih terutama perbaikan darurat objek-objek vital.”
Rapat Pembahasan Hasil Kegiatan Join Audit BNPB dan BPKP Tahun 2018 ini dihadiri oleh BPKP Pusat, 28 BPKP Perwakilan, Inspektorat Utama BNPB serta unit kerja di Lingkungan BNPB. (yan).