Oleh: Yogi Cahyo Ginanjar, S.T. – Analis Kebijakan Ahli Pertama
SEKILAS TENTANG HOTSPOT
Sering kita mendengar istilah “titik api/hotspot” baik di berita media massa maupun media sosial bahwa titik api adalah jumlah kejadian kebakaran lahan/hutan yang terjadi di suatu wilayah. Padahal yang dimaksud titik api yang dideteksi dari Satelit adalah titik panas atau hotspot. Secara kualitas memang benar, bahwa jumlah hotspot/titik panas yang banyak dan menggerombol menunjukkan adanya kejadian kebakaran lahan/hutan di suatu wilayah. Hotspot merupakan suatu area yang memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan sekitarnya yang dapat deteksi oleh satelit. Area tersebut direpresentasikan dalam suatu titik yang memiliki koordinat tertentu.
Satelit yang dikenal untuk mendeteksi hotspot/titik panas adalah Satelit NOAA, Terra/Aqua MODIS, maupun data satelit penginderaan jauh. Saat ini, data inilah yang masih paling efektif dalam memantau kebakaran lahan dan hutan untuk wilayah yang luas dan cepat. Teknologi satelit penginderaan jauh saat ini memungkinkan memantau kebakaran lahan dan hutan secara near real time.
Hotspot secara definisi dapat diartikan sebagai daerah yang memiliki suhu permukaan relatif lebih tinggi dibandingkan daerah di sekitarnya berdasarkan ambang batas suhu tertentu yang terpantau oleh satelit penginderaan jauh. Tipologinya adalah titik dan dihitung sebagai jumlah bukan suatu luasan. Hotspot adalah hasil deteksi kebakaran hutan/lahan pada ukuran piksel tertentu (misal 1 km x 1 km) yang kemungkinan terbakar pada saat satelit melintas pada kondisi relatif bebas awan dengan menggunakan algoritma tertentu (Giglio L. et al. 2003). Biasanya digunakan sebagai indikator atau kebakaran lahan dan hutan di suatu wilayah, sehingga semakin banyak titik hotspot, semakin banyak pula potensi kejadian kebakaran lahan di suatu wilayah.
Secara lengkap bagaimana satelit penginderaan jauh memantau kebakaran lahan/hutan di suatu wilayah diilustrasikan dalam Gambar. Pada Gambar dijelaskan bahwa jika terjadi kebakaran lahan/hutan di suatu lokasi maka bisa di deteksi oleh satelit dalam satu titik hotspot (kiri), dua kejadian kebakaran masih dalam radius 500 m dapat dideteksi hanya satu titik hotspot (tengah), sebaliknya kejadian kebakaran yang sangat besar dapat dideteksi sebagai 4 atau lebih titik hotspot. Ilustrasi ini menggambarkan bahwa titik hotspot tidak sama dengan jumlah kejadian kebakaran lahan dan hutan di lapangan.
Selain itu yang perlu juga diperhatikan terkait hotspot adalah koordinat hotspot. Koordinat lokasi hotspot yang diekstraksi dari data satelit tidak selalu tepat dengan koordinat lokasi di lapangan. Salah satu penyebabnya adalah karena posisi koordinat lokasi hotspot dari data satelit diekstrak pada posisi tengah piksel (center of pixel). Oleh karenanya jika ada kejadian kebakaran hutan di lapangan yang berada di lokasi pinggir piksel maka yang koordinat yang akan diekstrak oleh satelit adalah posisi tengah piksel.
DATA SATELIT YANG DIGUNAKAN
Satelit penginderaan jauh yang digunakan untuk deteksi hotspot oleh LAPAN adalah
Terra/Aqua-MODIS dan Suomi NPP-VIIRS dengan jadwal data sebagai berikut:
• Siang hari:
– Terra/MODIS : 00:00 – 05:00 UTC (07:00 – 12:00 WIB)
– Aqua/MODIS : 03:00 – 08:00 UTC (10:00 – 15:00 WIB)
– SNPP/VIIRS : 03:00 – 08:00 UTC (10:00 – 15:00 WIB)
• Malam hari:
– Terra/MODIS : 12:00 – 17:00 UTC (19:00 – 24:00 WIB)
– Aqua/MODIS : 15:00 – 20:00 UTC (22:00 – 03:00 WIB)
– SNPP/VIIRS : 15:00 – 20:00 UTC (22:00 – 03:00 WIB)
SELANG KEPERCAYAAN HOTSPOT
Selang kepercayaan atau confidence level menunjukkan tingkat kepercayaan bahwa hotspot yang dipantau dari data satelit penginderaan jauh merupakan benar-benar kejadian kebakaran yang sebenarnya di lapangan. Semakin tinggi selang kepercayaan, maka semakin tinggi pula potensi bahwa hotspot tersebut adalah benar-benar kebakaran lahan atau hutan yang terjadi. Giglio (2015) dalam MODIS Active Fire Product User’s Guide membagi tiga kelas tingkat kepercayaan sebagai berikut:
CIRI HOTSPOT PENANDA KEBAKARAN
Selain informasi selang kepercayaan sebagai penanda adanya kebakaran lahan dan hutan, berikut adalah ciri-ciri hotspot yang benar-benar terjadi kebakaran lahan atau hutan:
- Hotspot bergerombol, biasanya kebakaran lahan yang cukup besar tidak dideteksi hanya sebagai satu hotspot karena efek panasnya menyebar ke lingkungannya sehingga jika hotspot bergerombol maka dapat dipastikan terjadi kebakaran lahan dan hutan.
- Hotspot disertai dengan asap. Dalam menganalisa titik api sebagai penanda kebakaran lahan/hutan, maka perlu juga dilihat RGB citra yang bersangkutan sehingga dapat diketahui apakah titik hotspot tersebut terdapat asap atau tidak dalam citra.
- Titik hotspot terjadi berulang, sehingga dimungkinkan adanya kebakaran di wilayah tersebut.
Jumlah titik hotspot bukannlah jumlah kejadian kebakaran lahan dan hutan yang terjadi, melainkan indikator adanya kebakaran lahan dan hutan.
KESALAHAN INTEPRETASI HOTSPOT
- Koordinat titik panas/hotspot merupakan lokasi kejadian kebakaran lahan/hutan.
- Jumlah hotspot merupakan jumlah kebakaran lahan/hutan yang terjadi di lapangan. Jumlah hotspot bukan merupakan jumlah kejadian kebakaran lahan/hutan di lapangan. Dua kejadian kebakaran yang masih dalam radius 500 m dapat dideteksi hanya satu hotspot.
- dan sebaliknya kejadian kebakaran lahan/hutan yang sangat besar dapat dideteksi lebih dari 2 hotspot. Bahkan satu kebakaran kecil namun panasnya sangat tinggi dapat menghasilkan lebih dari 2 hotspot.
- Jumlah hotspot dapat dikonversi menjadi luas kebakaran. Merujuk pada kesalahan point 2 maka, hotspot tidak dapat dikonversi menjadi luas kebakaran lahan/hutan. Jika hal ini dipaksakan maka kesalahan yang terjadi sangat besar. Sebaiknya untuk menghitung luas kebakaran lahan/hutan digunakan data satelit dengan resolusi lebih tinggi seperti Landsat atau SPOT.